Kecewa dengan papa, saya memutuskan untuk pergi dari rumah dan mencari papa baru. Papa yang baru bukanlah papa secara fisik, tetapi komunitas saya. Di situ, saya bisa mendapatkan kenyamanan.
Tanpa rasa takut, saya menggunakan narkoba bersama-sama mereka. Itu terus saya lakukan hari demi hari. Tanpa saya sadari, saya tidak bisa lepas dari barang tersebut. Sekali saja tidak memakainya, badan saya seperti dipukuli orang satu kampung dan tulang-tulang seperti sakit.
Dalam kondisi seperti itu, saya tidak mendapatkan dari seorang pun yang menunjukkan kepedulian dan kasih sayang kepada saya. Bahkan pikiran mereka bahwa saya ini adalah sampah masyarakat membuat saya semakin menjadi pemberontak.
Tidak tahan dengan kelakuan saya, saya dititipkan orangtua ke rumah tante (kerabat keluarga). Namun, itu tidak mengubah kelakuan saya.
Jengah akan keterikatan saya dengan narkoba, tante pun mengusir saya. Di luar, saya ternyata bertemu dengan teman-teman yang membuat saya makin dalam terjermus. Setiap hari minum minuman keras, menikmati ganja, bahkan menjual putaw.
Demi narkoba, saya rela tidak makan. Bagi saya narkoba adalah yang terbaik di dalam hidup saya. Saya bisa lakukan apapun dengan adanya barang tersebut.
Namun, sebenarnya ada yang bertolak belakang di dalam diri saya. Saya berpikir saya tidak punya masa depan. Saya sebenarnya sangat lelah sekali karena capek. Ketika menggunakan narkoba, saya merasa apa yang saya lakukan tidak benar. Saya ingin keluar dari jerat ini.
Sampai suatu hari. Ketika saya tidur, saya bermimpi. Saya melihat sesosok pria yang wajahnya begitu terang dan Dia berkata kepada saya, “datanglah, engkau anak yang Ku-kasihi”.
Kalimat itu membuat saya semakin berpikir dan bertanya-tanya, siapa dan apa maunya. Saya tahu jika saya tidak berubah yang ada hanyalah kehancuran. Inilah yang membuat saya gentar. Saya bingung.
Saya kemudian terbangun dari mimpi saya tersebut. Di situasi itu, saya merasakan ada satu kenyamanan, menjadi bersemangat. Akhirnya saya tahu itulah Yesus.
Hanya di dalam Yesus ada kekuatan, ada keselamatan bagi kehidupan saya. Narkoba dan bahkan orang lain tidak bisa memberikan itu semua. Di momen tersebut, akhirnya saya bertobat dan mengakui Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi. Saya pun mengambil komitmen untuk melayani Dia seumur hidup saya. Meskipun nyawa ini taruhannya, saya tidak akan undur dalam mengiring-Nya.
Kasih Bapa yang saya terima dengan begitu berlimpah akhirnya memampukan saya untuk melepaskan pengampunan kepada orang-orang yang mengecewakan saya, yakni orangtua saya.
Oleh anugerah Tuhan, di satu kesempatan saya kembali ke rumah, hubungan saya dan orangtua mengalami pemulihan. Keterbukaan yang terjadi diantara saya dan papa-mama hari itu membuat kami bisa saling mengampuni satu sama lain. Hubungan kami pun menjadi semakin erat daripada sebelum-sebelumnya.
Dari kejadian itu, saya dan keluarga belajar bahwa kasih yang paling penting, utama adalah dimana Tuhan ditempatkan di atas segala-galanya. Itu iya dan amin.